Masjid Agung Jawa Tengah

Alhamdulillah pagi ini, kami sebelum mulai bekerja berkumpul sebentar, untuk sekedar menyegarkan atau me-recharge keimanan dengan mendengarkan tausiyah dari Ustadz KH.Fahrurrozy. Pada intinya beliau memberikan pejelasan tetang perilaku kita dalam menghadapi datangnya bulan Muharram 1432 H. Karena seringnya kita merasa bahwa datangnya bulan Muharam masih banyak dikaitkan dengan tradisi-tradisi tak berdasar tuntunan agama. Karena cara pandang yang keliru terhadap sesuatu menimbulkan perilaku yang keliru.  Sebagai contoh, tatkala orang memadang keliru bahwa umur hanya bertambah ketika ada pergantian tahun masehi karena kita menilai umur dengan dasar tahun masehi , padahal sesungguhnya setiap hari umur sbertambah baik itu datangnya tahun baru hijriyah atau tahun baru masehi.

Banyak dari kita keliru memaknai sesuatu, semisal menganggap bahwa bulan Muharam adalah sakral, padahal bulan ini adalah bulan mulia menurut pandangan Allah, sehingga kita seharusnya memuliakan bulan ini dengan mengingat bahwa usia makin bertambah, maut makin mendekat,maka iman dan amal seharusnya semakin ditingkatkan.Merperbanyak menyantuni anak yatim, berpuasa Assyura, dlsb. Walaupun juga untuk menyantuni anak yatim seharusnya sepanjang tahun, jangan hanya di bulan Muharam . 

Kebanyakan orang sering beranggapan nanti jika sudah tua ketika akan beribadah dan beramal padahal maut bisa datang kapan saja, bahkan di atas tempat tidur sekalipun kalau Allah menetapkan umurnya sampai disitu makan mautpun bisa menjemput. Maka seyogyanya kita berintropeksi muhasabah, meningkatkatkan ibadah dan taqwa di tahun ini seharusnya lebih baik dalam segalanya daripada tahun-tahun  sebelumnya.

Ada hal yang menggelitik, yang beliu sampaikan bahwa faktanya biasanya datangnya tahun baru hijriyah disambut dengan ‘tirakat’ tapi kalau datangya tahun baru masehi dengan ‘maksiat’. Lihat saja saking kekurangan tempat maksiat lingkungan masjid besar Baiturahman dimalam tahun baru pastilah dipenuhi orang-orang muda berpasang-pasangan dan berpacaran. Mereka tidak perduli bahwa tempat itu adalah lingkungan masjid yang seharusnya di gunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan ibadah, tapi kenapa malah digunakan untuk berpacaran. Astaghfirullah.

Hal senada pernah saya jumpai di lingkungan masjid yang menjadi kebanggaan warga muslim Jawa Tengah, Saya sekadar ingin berbagi cerita,cobalah datang ketika malam Ahad ke Masjid Agung Jawa Tengah.Maka yang kita jumpai bukannya halakoh-halakoh orang yang mengaji atau mengakaji ilmu-ilmu agama tapi puluhan remaja yang berpakaiannya sama sekali ‘tidak’ islami, berpasang-pasangan di seantero lingkungan masjid walaupun ada juga yang berpakian Islami. Ini saya jumpai beberapa hari yang lalu ketika dengan sengaja saya bersama istri dan si kecil buah hatiku, mengajak jalan-jalan untuk sekedar melepas kepenatan setelah seminggu bekerja.Itung-itung menghabiskan weekend dengan biaya murah.

Berangkat dari rumah ba’da sholat Maghrib di masjid penginnya bisa ikut jamaah nanti di MAJT ( Masjid Agung Jawa Tengah ). Ketika sampai di simpang lima ternyata adzan Isya sudah berkumandang maka karena tak ingin ketinggalah berjamaah sayapun ikut sholat Isya berjamaah di masjid Baiturohman simpang lima. Setelah itu barulah kami meluncur ke MAJT. Sampai di gerbang kami sudah melihat keramaian, cuma saya masih belum terkejut, dan ketika masuk arena parkir saya mulai menjumpai pemandangan yang kurang enak. Beberapa remaja berpasang-pasangan dan berboncengan dan ada yang duduk-duduk di bawah pohon sedang ngobrol dan bermesraan yang orang bilang pacaran. Sebenarnya teman satu kantor sudah memberitahu, bahwa sekarang di MAJT kalau malam ahad dijadikan ajang remaja-remaja tak bertanggung jawab untuk berpacaran. Apa tidak ada yang menegur tanyaku. Ya ada dari pihak pengelola masjid, tapi tetep saja ada yang nekat melanggar. Saya membayangkan lingkungan masjid adalah tempat yang seharusnya sangat kental nuansa Islami-nya, bagaiman tidak, karena dimana lagi kita bisa menjumpainya kalau tidak di lingkungan masjid. Saya membayangkan banyak kelompok-kelompok kecil duduk melingkar berdikusi dan atau mengkaji ilmu-ilmu agama, seperti yang pernah kami lakukan dulu di kampus. Tapi apa yang terjadi sungguh diluar dugaanku. Dan ketika kami menuju menara Asmaul Husna kami disambut dengan sapa yang menyejukkan dari petugas penjaga lift dan mengajak ngobrol  si kecilku. Dia bilang mau lihat apa, mau lihat Semarang malam hari, kataku. Dan saya tanya kok sep-sepi saja, dia jawab sambil tersenyum, ramai kok pak, diatas. Khususnya anak-anak remajanya. Lho kok?. Iya apalagi ini malam Ahad, biasa mereka berpacaran, bahkan kadang-kadang pacarannya kelewatan. Apa tidak ditegur, tanyaku. Sudah pak tapi tetap aja mereka nekat. "Oh" kataku dan aku hanya tersenyum kecut sambil melirik istriku.

Sampai diatas, benar apa yang disampaikan petugas lift tadi, puluhan remaja putra putri berpasang-pasangan. Sambil bercengkrama dan berbisik-bisik dengan bedekatan dan hmm ......saya jadi risi sendiri melihatnya dan menceritakannya. Karena rasanya hanya kami satu-satunya pasangan suami istri, itupun dengan anak kami. Dan tak berapa lama datang lagi rombongan tua muda dan anak-anak, mungkin saudara kita satu keluarga dari luar kota, alhamdulillah, ucapku dalam hati, kami punya teman yang tidak sepasang saja. Saya sempat berguman, ketika belum ada orang tua yang lain, "pacaran kok di ligkungan masjid, dasar pada gak tahu malu", ucapku, sengaja agak keras, terserah didengar apa tidak, karena hati saya kesel lihat tingkah mereka. Bahkan ada yang dengan sengaja saya pandangi anak laki-lakinya, tetep aja tanpa rasa malu ngeloyor pergi begitu saja. Karena rasa jengkel, kesel dan segala macam perasaan gak enak itu maka istri dan anakku pun gak betah dan pengin cepet turun dan pulang. Yah apa boleh buat hasrat hati ingin mencari udara  segar malam libur , sambil berwisata hati eh malah melihat orang-orang pada berbuat maksiat.

Dalam hati saya sangat prihatin melihat lingkungan masjid MAJT, salah satu kebanggaan masyarakat Jawa Tengah ini dicemari oleh tingkah laku beberapa gelintir remaja yang sama sekali tidak mengenal etika pergaulan berdasar agama. Kalau di lingkungan yang seharusnya Islami saja mereka berani berbuat seperti itu apatah lagi di tempat yang sepi yang tidak orang melihat. Kalau mereke berombongan dengan terpisah yang laki dan perempuan duduk-duduk dengan wajar, sukur-sukur yang peremouan berbusana muslimah, masih bisa dimaklumi. Lha ini, saya tidak bisa membayangkan seandainya ada saudara kita dari luar daerah ingin melihat MAJT, kemudian mereka melihat pemandangan yang seperti itu apa kata mereka. Bukankah itu mencederai rasa bangga kita. Memang MAJT diarahkan bukan sekedar tempat ibadah tapi juga tempat wisata, dan menurutku seharusnya adalah tempat wisata yang berasa Islaminya.

Bukan maksud saya untuk membuka aib sendiri, tapi kalau tidak ada tidakkan tegas dari pengelola saya takut bisa memperburuk citra MAJT, dan saya kira belum terlambat, supaya rasa bangga kami akan MAJT benar-benar bisa dibanggakan. Kalau perlu buat aturan tertulis besar di pintu masuk, bahwa semua pengunjung ketika masuk ke areal masjid harus sudah berbusana rapi, tanpa bergandengan tangan dlsb. Walaupun sebenarnya saya tahu sudah ada tindakan dari pengelola ketika mengusir mereka ada jam 21.00, tapi menurutku masih kurang tegas, agar nantinya MAJT benar-benar bisa dibanggakan sebagai tampat ibadah dan wisata yang religius dan membanggakan.Wallahu a’lam.

Comments